ALIRAN-ALIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
A.
Definisi
filsafat
1. Definisi
filsafat secara etimologis
Secara etimologis, kata filsafat
memiliki arti yang sepadan dengan kata“falsafah” dalam bahasa Arab
atau kata “philosophy” dalam bahasa Inggris, atau kata “philosophie” dalam
bahasa Perancis dan Belanda, atau “philosophier”dalam bahasa
Jerman. Semua kata itu berasal dari kata Latin “philosophia”sebuah
kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan “philosophien” sebagai
kata kerjanya. Kata “philosophia” berasal dari bahasa Yunani,
yakni ”philein”(mencintai) atau “philia” (persahabatan,
atau tertarik kepada…) dan “Sophos” (kebijaksanaan,
keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Kata yang hampir sama dengan “philien” atau “philia” dan “Sophos” tersebut
juga dijumpai dalam bahasa Latin, yaitu: “philos” (teman atau
sahabat) dan “Sophia” (kebijaksanaan)
Dengan demikian, secara etimologis
kata filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau kecenderungan akan
kebijaksanaan, atau cinta secara mendalam akan kebijaksanaan atau cinta
sedalam-dalamnya akan kearifan atau cinta secara sungguh-sungguh terhadap
pandangan, kebenaran (love of wisdom or love of the vision or truth)
2.
Definisi filsafat secara terminologis
Sementara itu, secara terminologis
filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat dapat pula dimengerti sebagai proses
reflektif dari budi manusia yang mengarah pada kejelasan (clarification),
kecerahan (enlightenmen), keterangan (explanation), pembenaran (justification),
pengertian sejati (insight), dan penyatupaduan (integration).
Filsafat dalam arti formal biasa dipahami sebagai proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi.
Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah hasil akal manusia untuk mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
B. Definisi filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan menurut
Al-Syaibany (dalam uyoh, 2011:71) adalah:
“Pelaksanaan
pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu
mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan
kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi
dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara
praktis”
Filsafat
pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum.Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah
pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a) Hakikat kehidupan yang baik, karena
pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
b) Hakikat manusia, karena manusia
merupakan makhluk yang menerima pendidikan
c) Hakikat masyarakat, karena
pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses social
d) Hakikat realitas akhir, karena semua
pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya
Al-Syaibany (dalam uyoh, 2011:72) berpandangan bahwa filsafat pendidikan,
seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta
masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha
untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki
dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga membahas tentang
segala yang mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Kneller
(dalam uyoh, 2011:72), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam
lapangan pendidikan.Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat
dikatakan spekulatif, preskiptif, dan analitik.
Berdasarkan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah terapan dari
filsafat umum yang dilaksanakan dalam pandangan dan kaidah bidang pendidikan
yang berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, masyarakat, dan dunia,
menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam lapangan pendidikan
C.
Aliran-aliran
filsafat pendidikan
1.
Aliran
Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan
bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada
jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata
“idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam
filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam
bahasa sehari-hari. Kata idealis itu dapat mengandung beberapa
pengertian, antara lain:Seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi,
estetika, dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat melukiskan dan
menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan
lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata ideal.
W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih
tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme
mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind)
atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer)
daripada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang
diantara aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang
idealis akan berpendapat bahwa, terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia
dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga merupakan “yang terdalam
dalam alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia bukanlah orang atau
makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan
spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan
yang lebih baik. Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak
rill, jiwa adalah bagian yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam
tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal, jiwa, atau
perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam
dalam kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa
mempunyai kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak
mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan
bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi dalam hakikatnya yang
terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui
apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah
nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan
yang sebenarnya. Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang
mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk
kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya
bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca
indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal
dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
a.
Jenis-Jenis
Idealisme
Sejarah idealisme cukup berliku-liku dan meluas karena
mencakup berbagai teori yang berlainan walaupun berkaitan. Ada beberapa jenis
idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif, dan idealisme
personal.
a) Idealisme Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan
idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan
masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan
terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia
atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang
dari inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M). Menurut Berkeley,
segala sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi
yang real dan ada secara
objektif.
b) Idealisme Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada
ide di luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa
yang sudah terdapat dalam susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam
atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat
seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara
abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam
semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah
Plato. Ia membagi dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia
persepsi, dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang
sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat
alam di atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang
abadi.
c) Idealisme Personal
(personalisme)
Idealisme personal yaitu nilai-nilai
perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes
terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis,
realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang
khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
b.
Tokoh-Tokoh
Idealisme
a) J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia
belajar teologi di Jena pada tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah
dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan
pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada
di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya
kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.
Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan
pertama ialah “saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai
tesis. Tetapi subjek memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan
kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan
disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak perbuatan sang
Aku.
b) G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada
tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah seorang pegawai rendah bernama George
Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama Maria Magdalena. Pada
usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel muda ini tergolong
anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun
ia memasuki Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi
seorang tutor, selain mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan
Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga
pernah menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di
Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas
Berlin (1830).
2.
Aliran
Dualisme
Dualisme adalah aliran yang menyatakan realitas itu
tersendiri dari dua subtansi yang berlawanan dan bertolak belakang. Masing –
masing subtansi bersifat unik dan tidak dapatdireduksi, misalnya subtansi
adikodrati dengan kodrati, tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa
dengan badan dan lain – lain. Adapun yang menyatakan bahwa dualisme
adalah ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan
mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebgai sumber yaitu
hakikat materi dan rohani.
Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang
memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang bersumber dari dua hakikat atau
subtansi yang berdiri sendiri – sendiri.
v Menurut Plato : Bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman
yang selalu berubah – ubah dan berwarna – warni , semua itu adalah bayangan ,
hakikatnya hanya tiruan yang asli yaitu idea.
v Menurut Rene Descrtes : Menyatakan bahwa pembeda antara dua
subtansi yaitu subtansi, yaitu subtansi pikiran dan subtansi luasan (badan ).
(Cogito ergo sum = Saya berpikir maka saya ada)
v Menurut Leibniz : Yang membedakan antara dunia yang
sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
v Menurut Thomas Hyde : Yang mengungkapkan bahwa antara zat
dan kesadaran pikiran yang berbeda secara subtantif.
3.
Aliran
Materialisme
Materialisme
adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari
segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika,
namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.
Materialisme
adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan
faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi,
efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di
dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem
yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran
( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.
Materi dan
alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan
tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi.
Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia fisik. Beberapa tokoh
pemikir materialisme, antara lain :
a. Karl Marx (1818-1883)
Marx lahir
di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi dan pengacara
yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun.
Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian
Berlin. Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat
Epicurus dan Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri
dan pengikut Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur
Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap
revolusioner.
Setelah ia
menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah ia
bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels
bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka
mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
Dasar
filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang
fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang
berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan
kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu
itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu
masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut Marx adalah masyarakat komunis.
b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut
Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena keduanya
hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme
menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
c. Hornby (1974)
Menurut
Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist
(teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
Sebagian
ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada
hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang
ada, tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme
juga berarti bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik
pikiran, seperti tujuan, kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan,
kemauan atau upaya. Jadi, materialisme tidak mengakui adanya entitas
nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme juga tidak mempercayai
adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut aturan ini
menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah materi. Segala
perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada ekselasi material
menjadi suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan
bahwa materi dan segala perubahannya bersifat abadi.
d. Van Der Welj (2000)
Van Der
Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme ini
terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum
fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari
himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh
sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otakyang bersifat sangat
organik-materialistis.
Macam-Macam
Materialisme :
1. Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan
bahwa seluruh realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan
bilangan (jumlah);
2. Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis
ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang
mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
3. Materialisme parsial Materialisme parsial ini
menyatakan bahwa pada sesuatu yang material tidak tedapat karakteristik khusus
unsur immaterial atau formal;
4. Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini
menyatakan bahwa jiwa itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya
hanyalah materi atau perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
5. Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini
menyatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa
tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah
satu proses material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik adalah bahwa
perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat menimbulkan
perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari materi
yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati,
dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki
kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali kepada materi,
tidak ada yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme
dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :
·
Asas
gerak;
·
Asas
saling berhubungan;
·
Asas
perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
·
Asas
kontradiksi intern.
1. Materialisme historis. Materialisme histories ini
menyatakan bahwa hakikat sejarah terjadi karena proses-proses ekonomis.
Materialisme dialektik dan materialisme histories secar bersamaan menyatakan
bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut sejarah rohani dan perkembangan
manusia hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis
manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas
materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories.
2. Materialisme sebagai teori
menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah, sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi
hal-hal yang bersifat imaterial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar